arhakimclouds.blogspot.com, Denpasar - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengaku heran dengan sikap Gubernur Made Mangku Pastika dan DPRD Bali soal rencana reklamasi Teluk Benoa. DPRD dan Gubernur Bali selama ini selalu melemparkan keputusan soal berlanjut tidaknya reklamasi pada pemerintah pusat di Jakarta.

"Kalau DPRD Bali dan Gubernur Bali tidak berani berpendapat tentang sebuah proyek pembangunan yang ada di dalam provinsinya, ini tidak wajar," kata Laode saat Lokakarya Jurnalis Anti Korupsi di Denpasar, Selasa, 1 November 2016. "Kalau disembunyikan, ya itu bisa menjadi poin-poin rawan korupsi."

Laode menuturkan bahwa dirinya menyadari kalau proyek-proyek yang berhubungan dengan sumber daya alam, khususnya reklamasi punya potensi korupsi. Maka, ia menambahkan, KPK selalu melakukan kajian. "Karena ini sifatnya kajian maka rekomendasinya itu adalah perbaikan kebijakan dan sistem. Kalau sudah ada bukti petunjuk yang valid bukan wacana, kami lakukan penyelidikan, penyidikan," tuturnya.

Laode menjelaskan bahwa KPK sudah mengajukan kriteria umum kepada Presiden Joko Widodo mengenai patokan ideal rencana reklamasi. Pertama, ujar dia, setiap proyek reklamasi harus memenuhi kriteria lingkungan, salah satunya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

"Jangan hanya lihat dokumennya, tapi proses keluarnya AMDAL itu harus betul-betul diperhatikan, karena banyak juga amdal-amdalan," ujarnya. Laode melanjutkan kriteria kedua adalah ada tidaknya keresahan masyarakat. Bahkan, kata dia, bila keuntungan ekonomi dari reklamasi menimbulkan masalah sosial yang lebih besar, maka reklamasi tidak perlu dilanjutkan.

"Sudah saatnya Gubernur dan DPRD Bali menjelaskan yang runut kepada masyarakat supaya hal ini bisa selesai," katanya.

Laode menambahkan kalau memang Gubernur dan DPRD Bali menganggap reklamasi di luar kewenangan mereka, maka sekurang-kurangnya Gubernur dan DPRD memberikan pertimbangan mereka soal proyek ini.

"Jadi, Gubernur tidak bisa tergantung Presiden. Bagaimana caranya? Kan provinsinya dia yang mau dibangun, kok tergantung Presiden? Enggak bisa berlindung di situ," ujarnya. "Gubernur dan DPRD harus memberikan pendapat, karena itu bagus untuk klarifikasi diri mereka sendiri, dan itu biasa saja sebenarnya."

Terkait pengakuan taipan Tomy Winata, bos dari jaringan bisnis PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) yang mengaku telah mengeluarkan uang Rp 1 triliun untuk proyek reklamasi Teluk Benoa, Laode mempertanyakan untuk apa saja uang itu. "Apakah melakukan studi kajian yang jumlahnya Rp 1 triliun itu wajar atau enggak? Mungkin tidak wajar, tapi apakah itu melanggar hukum melakukan kajian sebesar itu, ya harus dicari benar," ujarnya.

BRAM SETIAWAN